26 Maret 2009

NABI DAN HADISNYA

A. Penyampaian Hadis Nabi

Hadis, penampung Sunah Nabi, memuat kebutuhan dasar kaum Muslim individu dan komunitas. Dalam makalah ini, kita akan mencoba membuat sketsa kegiatan penyampaian hadis, melukiskan cara-cara yang digunakan untuk mempelajari dan memeliharanya, serta factor-faktor yang membantu sahabat dalam tugas mereka.

B. Pengajaran Hadis oleh Nabi saw

Metode yang digunakan Nabi saw untuk mengajarkan hadisnya dapat dibagi dalam tiga kataegori: (1) Iisan (2) tulisan, dan (3) peragaan praktis.

1. metode Lisan

Niihi saw adalah guru bagi sunahnya. Untuk memudahkan hafalan dan pengertian, beliau biasa mengulangi hal-hal penting sampai tiga kali. Sesudah mengajari sahabat, biasanya beliau mendengarkan lagi yang sudah mereka pelajari. Utusan dari daerah-daerah terpencil menjadi tanggung jawab orang Madinah, tidak hanya soal akomodasi, tetapi juga pendidikan mereka dalam ilmu Al-Qur'an dan Sunah. Beliau biasa melemparkan pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka.



2. Metode Tulisan

Seluruh surat Rasul saw kepada raja, penguasa, kepala suku, dan gubernur Muslim dapat dimasukkan dalam kategori ini. Beberapa surat itu sangat panjang dan mengandung berbagai masalah hukum: zakat, pajak, bentuk-bentuk ibadah, dan seba-gainya. Kita dapat memperkirakan jumlah surat yang mungkin dikirim Rasul saw dan kegiatan-kegiatan penulisan sehubungan dengan surat-surat tersebut jika kita ingat bahwa beliau mempunyai paling tidak 45 juru tulis yang menuliskan untuk beliau pada waktu-waktu tertentu. Dalam kategori ini juga kita dapat memasukkan apa yang didiktekan beliau kepada para sahabat-nya, seperti 'Ali bin Abi Thalib, beberapa tulisan 'Abdullah b. ' Amr b. al-Ash, dan perintah beliau untuk mengirimkan salinan khutbahnya kepada Abu Syat, seorang warga Yaman.

3. Metode Peragaan Praktis

Sepanjang menyangkut peragaan praktis, Nabi saw mengajari metode wudu, salat, puasa, haji, dan sebagainya. Dalam setiap segi kehidupan, Nabi saw memberikan pelajaran praktis disertai perintah yang jelas untuk mengikutinya. Beliau mengatakan, "Salatlah sebagaimana kalian melihatku shalat.” Juga beliau berkata, "Belajarlah dariku upacara (manasik) haji.”

Dalam menjawab pertanyaan yang banyak, beliau biasanya meminta si penanya tinggal bersama beliau dan belajar melalui pengamatan terhadap praktik beliau.

C. Langkah-langkah Rasul saw untuk Menyebarkan Sunah

1. Mendirikan Sekolah
Sekolah didirikan di Madinah segera sesudah kedatangan-Nya. Kebijakan umumnya adalah mengirimkan guru dan khatib ke berbagai wilayah di luar Madinah. Misalnya, sejumlah utusan dikirim ke 'Adzal dan Qara pada tahun 3 H, ke Bir Ma'unah pada tahun 4 H, ke Najran, Yaman, dan Hadramaut pada tahun 9 H.

2. Memberikan Perintah
Nabi saw bersabda, "Sampaikanlah pengetahuan dariku walau hanya satu ayat." Tekanan yang sama dapat dilihat dalam pidatonya pada kesempatan haji wadha', "Yang hadir di sini hendaknya menyampaikan amanat ini kepada yang tidak hadir." Karena itulah, merupakan praktik umum di kalangan sahabat untuk memberitahu yang absen tentang perbuatan dan ucapan Nabi saw.
Delegasi yang datang ke Madinah disuruh mengajari kaumnya setelah kembali. Contohnya, Malik b. al-Huwairits, saat kepulangannya, disuruh Rasulullah saw untuk mengajari kaumnya, suatu tugas yang tetap diembannya bahkan lama sesudah Nabi saw meninggal. Perintah yang sama juga diberikan ke¬pada delegasi lain. Ketika delegasi 'Abd al-Qais menghadap Rasulullah saw, mereka meminta Nabi saw mengajari merekasupaya mereka dapat menyampaikan ajaran Rasul saw dan mengajarkannya kepada pengikut mereka.

3. Memberikan Rangsangan bagi Pengajar dan Penuntut Ilmu
Nabi saw tak hanya memberikan perintah untuk mendidik masyarakat, tapi juga menyebutkan pahala besar bagi pengajar dan penuntut ilmu. Beliau mengatakan bahwa belajar dan menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. Orang yang menyembunyikan ilmu dapat dimasukkan ke neraka, suatu hal yang juga dinyatakan dalam Al-Qur'an.

a. Ganjaran untuk penuntut ilmu
Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang menempuh jalan yang menuju ke pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga, dan para malaikat mengembangkan sayapnya karena senang pada orang yang mengincar ilmu, serta seluruh penghuni surga dan bumi, bahkan ikan di kedalaman lautan, memohon ampun untuknya."

b. Ganjaran untuk pengajar
Mengenai ini, Nabi saw bersabda, "Bila orang meninggal, amalnya terputus, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh untuknya."

c. Ancaman hukuman
Bagi mereka yang menolak terlibat dalam proses pendidikan sekalipun telah terdapat pahala-pahala ini, Nabi saw tam-paknya telah menunjukkan hukuman yang bakal menimpa akibat sikap tersebut.


Sampai di sini, saya telah menyebutkan bagaimana Rasul saw mengajarkan sunahnya kepada kaum Muslim, langkah yang diambilnya untuk menyebarkannya dan untuk mengaktifkan masyarakat menuntut ilmu, dan jenis pahala dan hukuman yang disediakan. Marilah kita lihat bagaimana tanggapan ma¬syarakat terhadap semua ini, dan bagaimana Sunah Nabi diterima para sahabat.

D. Bagaimana Sunah Nabi Diterima Sahabat

Kini kita akan melihat metode yang diterapkan penerima Su¬nah dan faktor yang membantu mereka dalam mempelajarinya. Patut diingat bahwa masyarakat selalu mengamati dan, dengan begitu, menghafal ucapan dan perbuatan junjungan mere¬ka. Dalam hal ini, orang bisa memastikan bahwa bagi kaumnya, Muhammad merupakan pribadi yang paling dicintai di atas bumi ini. Tak seorang pun, dalam hal ini, dapat disejajarkan de-ngan beliau sepanjang sejarah umat manusia. Di sini saya akan mengutip pernyataan salah satu sahabatnya kepada salah se¬orang musuh bebuyutannya ketika itu,
Shafwan b. Umayyah membeli Zaid (sahabat yang dikhianati dan ditawan kaum kafir) untuk dibunuhnya demi membalas kematian ayahnya, Umayyah b. Khalaf. Shafwan mengirimnya bersama bekas budaknya, Nistas, ke Tan'im. Mereka membawanya keluar dari Ha-ram untuk dibunuh. Sejumlah orang Quraisy berkumpul, di antara-nya Abu Sufyan b. Harb. Abu Sufyan berkata kepada Zaid, "Saya meminta Anda, Zaid, dengan sangat. Demi Allah, tidakkah Anda menghendaki Muhammad yang bersama kami sekarang dan me-nempati tempat Anda, sehingga kami dapat memenggal kepalanya dan Anda dapat bersama lagi dengan keluarga Anda?" Zaid men-jawab, "Demi Allah, saya tak ingin Muhammad berada di tempat saya sekarang, bahkan saya tak ingin ada duri menyentuhnya, tidak juga saya duduk di tengah keluarga saya." Abu Sufyan sering mengatakan, "Saya belum pernah melihat ada orang yang begitu dicintai sebagaimana Muhammad dicintai sahabatnya." Nistas membunuhnya (Zaid), Allah pun memberi rahmat kepadanya.

Jadi, Nabi saw adalah orang yang paling dicintai kaumnya. Keterlibatan mereka dalam mengejar hal duniawi juga masih minim. Dengan begitu, lingkup yang lebih luas dan kesempatan yang lebih besar untuk belajar pun tersedia. Tambahan lagi, orang Arab mempunyai day a ingatyang is time wa. Mereka suka menghafal bait puisi suku mereka dan suku lain. Bila kita kum-pulkan kembali semua faktor ini, juga metode yang diterapkan Rasul saw untuk mengajarkan Sunahnya, jelaslah bahwa mem-pelajari Sunah sangat mudah bagi sahabat. Meski demikian, mereka tak berhenti pada fasilitas alamiah ini, melainkan me-manfaatkan juga setiap metode yang mungkin dipakai untuk mempelajari dan memelihara Sunah.

E. Metode Sahabat dalam Mempelajari Hadis

Dalam mempelajari hadis, sahabat menggunakan ketiga metode belajar ini: (a) hafalan, (b) tulisan, dan (c) praktik, meng-ikuti cara yang diterapkan Nabi saw dalam mengajarkan Sunah¬nya.

1. Metode Hafalan
Sahabat biasa mendengar setiap kata Nabi saw dengan perhatian ekstra. Biasanya, mereka belajar Al-Qur'an dan hadis dari Nabi saw lebih sering di mesjid. Ketika Nabi saw pergi untuk suatu urusan, mereka mulai mengoleksi apa yang baru mereka pelajari. Praktik ini dilukiskan dengan sangat baik oleh Mu'awiyah. Bukti yang sama dapat dilihat dalam pernyataan Abu Darda. Puncak praktik ini dapat disaksikan dalam pernyataan Anas b. Malik, pelayan Rasulullah saw. la berkata, "Kami, sekitar 60 orang, duduk dengan Nabi saw. Nabi saw mengajari kami hadis. Kemudian, ketika Nabi saw pergi untuk suatu keperluan, kami sering menghafal beramai-ramai. Ketika kami berpisah, pelajaran itu seolah-olah tertanam dalam hati kami."

Sebagaimana orang lain, sahabat pun mengalami masalah dan kebutuhan hidup sehari-hari. Maka, praktis mustahil bagi mereka untuk menghadiri majelis belajar Nabi saw pada setiap kesempatan. Karena itu, yang tidak hadir biasanya belajar dari yang hadir. Proses ini digambarkan dengan baik selcali oleh Sahabat Bara' b. 'Azib. Beberapa dari mereka sepakat meng¬hadiri majelis belajar secara bergantian, sebagaimana kita temukan dalam kasus 'Umar.
Puncak praktik ini terlihat dalam kasus Sahabat Sulait. Sebidang tanah diberikan Nabi saw kepadanya. la suka berdiam di sana beberapa waktu dan kembali ke Madinah untuk belajar apa yang sudah diajarkan ketika ia absen. Para sahabat biasanya mengabarkan kepadanya bagian Al-Qur'an yang baru diturun-kan dan keputusan Nabi saw dalam berbagai kasus. la demikian malu sehingga memohon kepada Nabi saw agar tanah itu di-ambil kembali, karena tanah itulah yang membuat ia tak dapat menghadiri majelis belajar Nabi saw. Dalam suasana dan lingkungan seperti inilah kegiatan belajar mengajar hadis berlangsung.

2. Metode Tulisan
Sahabat juga mempelajari hadis dengan cara menulisnya. Ada banyak sahabat yang menulis hadis Nabi saw.

3. Metode Praktik
Penting diingat bahwa sahabat mempraktikkan apa saja yang mereka pelajari lewat hafalan dan tulisan. Pengetahuan Islam untuk dipraktikkan, bukan untuk pengetahuan itu sendiri, dan sahabat mengetahui betul hal ini. Cukuplah dicatat bahwa Ibn 'Umar memerlukan delapan tahun untuk mempelajari surah kedua Al-Qur'an.

Inilah garis besar bagaimana hadis dipelajari sahabat selagi Nabi saw masih hidup. Setelah Nabi saw meninggal, polanya tetap demikian, kecuali bahwa Rasulullah saw tidak lagi ber-sama mereka. Kini kita akan menyorot masalah ini pada periode pasca-Nabi.

F. Mempelajari Hadis dalam Periode Sahabat

1. Mengumpulkan Kembali Hadis
Mengumpulkan kembali hadis dilaksanakan di masa sahabat sebagaimana di masa Nabi saw. Abu Hurairah biasa membagi malam dalam tiga bagian: sepertiga buat tidur, sepertiga buat salat, dan sepertiga lagi buat mengumpulkan kembali hadis Nabi.

'Umar dan Abu Musa al-Asy'ari menghafal hadis dari malam hingga pagi hari. Begitu pula Ibn 'Abbas dan Zaid b. Arqam. Ibn Buraidah melaporkan hal yang sama tentang Mu'awiyah di Hims, Siria.
Di sisi lain, kita menemukan cukup banyak sahabat, seperti 'Ali b. Abi Thalib, Ibn Mas'ud, dan Abu Sa'id al-Khudri, yang menasihati para tabiin untuk menghafal hadis. Karenanya, pola belajar yang sama tetap berlangsung di masa tabiin. Mereka bia¬sa menghafal hadis, baik secara individu maupun kelompok.

2. Perlindungan Penguasa bagi Pengajaran Al-Qur'an dan Sunah Nabi
'Urnar, khalifah kedua, menugasi gubernurnya untuk mengajarkan Al-Qur'an dan Sunah Nabi. la sering mengirim banyak guru untuk tujuan ini. Malah, ia mengirim guru kepada suku Badui untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka tentang Al-Qur'an.


3. Aktivitas Non-Penguasa
Seluruh sahabat yang mengetahui hadis Nabi mengambil bagian dalam penyebarannya, kapan dan di mana saja mereka berkesempatan atau merasa perlu. Mereka dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang biasa menanamkan pe-ngetahuan ketika merasa orang membutuhkannya. Mereka merasa harus mengajar karena mengetahui betul dosa me-nyembunyikan pengetahuan. Kedua, mereka yang mencurahkan banyak waktu untuk maksud ini dan mengajar secara teratur.

Sampai di sini, kita perlu memperhatikan beberapa faktor lain. Sesudah Nabi saw wafat, sahabat mengambil alih-tanggung jawabnya. Seperempat abad setelah Rasul saw meninggal, Islam meluas ke Afganistan, Iran, Siria, Irak, Mesir, dan Libia. Saha-bat-sahabat Nabi saw merupakan perintis kegiatan ini. Akibat-nya, hadis Nabi pun menyebar seiring dengan menyebarnya sahabat ke sepanjang dunia Islam. Juga karena ini, tidak seluruh informasi hadis menetap di Madinah. Barangkali ada suatu Sunah yang hanya diketahui oleh sahabat tertentu yang lalu berangkat ke Irak, Mesir, atau tempat lain.

Sebelum meninggal, para sahabat mempercayakan suluh pengetahuan hadis kepada generasi berikut yang harus belajar dan siap memikul tanggung jawab tersebut. Bagaimanapun, beberapa syarat belajar yang unik telah ditetapkan oleh mu-hadditsin (ahli hadis).



















DAFTAR PUSTAKA


M.M. AZAMI, memahami ilmu hadis, penerbit erlangga 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar